Jakarta Stagnan di Peringkat Smart City 2025, Kalah dari Vietnam

Dimas Galih Windudjati

Jakarta kembali mencatatkan prestasi yang kurang membanggakan dalam laporan Smart City Index 2025 yang dirilis oleh IMD World Competitiveness Center. Ibu kota Indonesia ini tidak beranjak dari posisi 103, sama seperti tahun sebelumnya. Bahkan, Jakarta kini harus merelakan posisinya disalip oleh Ho Chi Minh dari Vietnam, yang melonjak dari peringkat 104 pada 2024 menjadi 100 di tahun ini. Selain Jakarta, dua kota besar lain di Indonesia, Medan dan Makassar, juga menunjukkan pergerakan minim. Medan turun satu posisi ke 113, sementara Makassar naik tipis ke 114.

Laporan tahunan ini mengukur persepsi masyarakat terhadap kemajuan kota mereka sebagai kota pintar. Penilaian mencakup keseimbangan antara ekonomi, teknologi, lingkungan, dan inklusi sosial untuk meningkatkan kualitas hidup. Hasilnya, kota-kota di Indonesia tertinggal jauh dibandingkan sejumlah ibu kota Asia Tenggara lainnya. Singapura tetap unggul di peringkat 9 meski turun empat posisi, Kuala Lumpur naik ke 65, Bangkok di 86, dan Hanoi di 88. Jakarta hanya mampu mengungguli Manila, yang terpuruk di posisi 125.

Stagnasi Jakarta bukanlah hal baru. Dalam lima tahun terakhir, peringkatnya terus merosot hingga kini berada di luar 100 besar dunia. Hal serupa terjadi pada Medan dan Makassar, yang juga gagal menunjukkan kemajuan berarti. Survei yang melibatkan 39 pertanyaan kepada warga mengungkap masalah utama di ketiga kota ini. Di Jakarta, polusi udara, kemacetan, dan korupsi menjadi keluhan terbesar. Warga Medan menyoroti keamanan, korupsi, dan kemacetan, sedangkan Makassar menghadapi tingginya pengangguran, korupsi, serta kemacetan.

Tidak hanya stagnasi peringkat, laporan ini juga menyoroti persoalan harga hunian yang kian sulit dijangkau di kota-kota besar dunia, termasuk di Indonesia. Kenaikan biaya hidup, khususnya perumahan, menjadi tantangan global yang kini tidak hanya memengaruhi kelompok berpenghasilan rendah, tetapi juga kelas menengah. IMD secara khusus menanyakan apakah warga mampu menemukan hunian dengan biaya sewa di bawah 30 persen dari gaji bulanan mereka. Hasilnya mencengangkan: di Jakarta, kurang dari 20 persen warga mengaku biaya hunian mereka sesuai ambang batas tersebut. Angka ini bahkan lebih rendah di Medan, hanya 10 persen.

Arturo Bris, Direktur WCC, menjelaskan fenomena ini sebagai dampak urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota-kota besar. Menurutnya, kesuksesan kota sebagai pusat ekonomi sering kali diikuti oleh lonjakan biaya hidup yang tidak sebanding dengan kenaikan pendapatan warga. Akibatnya, kesenjangan antara gaji dan harga hunian semakin lebar, membuat banyak orang kesulitan menemukan tempat tinggal yang terjangkau.

Kemacetan yang parah menjadi salah satu faktor utama yang menghambat Jakarta menjadi Smart City di tahun 2025. Waktu tempuh yang lama di jalanan mengurangi produktivitas dan kenyamanan warga. Selain itu, polusi udara yang memburuk memperparah kualitas hidup. Korupsi dan kurangnya transparansi juga kerap disebut sebagai penghalang kemajuan, baik di Jakarta, Medan, maupun Makassar. Ketiga kota ini membutuhkan solusi konkret untuk meningkatkan infrastruktur, tata kelola, dan aksesibilitas perumahan.

Di sisi lain, kota-kota seperti Ho Chi Minh dan Hanoi menunjukkan perkembangan yang patut dicontoh. Keduanya berhasil naik peringkat berkat langkah cepat dalam meningkatkan teknologi dan layanan publik. Sementara itu, Jakarta tampaknya masih berjuang dengan masalah struktural yang belum terselesaikan selama bertahun-tahun.

Peringkat smart city yang stagnan menjadi peringatan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan di Indonesia. Jika tidak ada perubahan signifikan, Jakarta, Medan, dan Makassar berisiko semakin tertinggal dari kota-kota lain di kawasan Asia Tenggara. Investasi di bidang transportasi, pengendalian polusi, dan penyediaan hunian terjangkau menjadi kebutuhan mendesak. Tanpa langkah nyata, impian menjadikan Jakarta sebagai kota pintar sejati akan sulit tercapai dalam waktu dekat.

Laporan IMD Smart City Index 2025 ini menjadi cermin bagi Indonesia untuk mengevaluasi kembali strategi pengembangan kotanya. Dengan peringkat yang stagnan dan tantangan yang kian kompleks, sudah saatnya kota-kota besar di Indonesia berbenah demi kesejahteraan warganya.

Share This Article
Leave a Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *