Review Realme Buds Air7: Hi-Res Audio Tak Perlu Mahal!

Dimas Galih Windudjati

Realme Buds Air7 yang di review kali ini pertama kali diperkenalkan pada saat peluncuran smartphone realme 14 Series pada tanggal 6 Mei 2025 yang lalu. Satu hal yang membuat saya cukup kaget adalah True Wireless System yang satu ini memiliki harga yang sangat terjangkau. Walaupun begitu, TWS yang satu ini ternyata memiliki fitur Hi-Res Audio yang biasanya digunakan pada perangkat premium. Perlu diingat bahwa penulisannya adalah Realme Buds Air7, bukan Air 7.

TWS yang satu ini menggunakan codec LHDC-V5 atau low latency and high-definition audio codec buatan Savitech. Jika perangkat smartphone Anda menggunakan Android 10 ke atas, seharusnya sudah bisa menikmati pengalaman audio dengan resolusi tinggi. LHDC-V5 sendiri sering digadang lebih baik dari LDAC besutan Sony karena memiliki latensi yang lebih rendah, sehingga lebih cocok digunakan untuk bermain game. LHDC-V5 juga mendukung bitrate hingga 1000 kbps, lebih besar 10 kbps dibandingkan LDAC.

Buds Air7 menggunakan driver 12,4 mm yang memang tergolong cukup besar. Walaupun bukan harga mati, namun penggunaan driver besar biasanya membuat suara bass lebih baik serta suara yang lebih kaya. Bluetooth yang digunakan tentu saja versi 5.4 yang digadang lebih efisien dan berlatensi rendah dibandingkan 5.3.

Realme menjanjikan daya tahan baterai hingga total 52 jam tanpa ANC pada perangkat yang satu ini. Jika ANC dinyalakan, penggunaannya bisa hingga total 30 jam. Lalu bagaimana dengan kualitas suaranya?

Review Desain Realme Buds Air7

Berbeda dengan perangkat TWS dari realme yang bentuknya oval, Buds Air7 mengusung bentuk kotak. Dan saat charging case-nya dibuka, akan ditemukan 2 earpiece yang ukurannya terlihat lebih mungil dari kebanyakan TWS. Dan yang paling saya suka, model dari TWS ini adalah in-ear yang memastikan semua suara akan masuk ke rongga telinga.

Karet eartips dari perangkat ini memang terasa sangat lembut sehingga nyaman untuk digunakan selama berjam-jam. Selama pengujian, kedua eartips ini tidak pernah jatuh dari telinga saya. Dengan bobot yang hanya 4,9 gram saja per eartips, sepertinya tidak akan mengganggu saat digunakan.

Dengan desain kotak, ternyata case berdimensi 61,53 × 48,53 × 3,77 mm ini terasa sangat kokoh. Terbukti saat dimasukkan pada kantong belakang celana dan diduduki selama berjam-jam, case ini tidak rusak dan bahkan tidak ada goresan. Tombol pairing akan ditemukan pada saat case ini dibuka. Lampu LED ditemukan pada bagian depan dari case ini serta USB-C port ada di bagian belakangnya.

review realme buds air7 eartips

Earbud ini sendiri juga memiliki tombol sentuh pada setiap batangnya. Perintah sentuh ini sendiri bisa dilihat langsung pada aplikasi realme Link, seperti untuk menaikkan dan menurunkan volume, next song, previous song, dan lainnya.

Berbicara mengenai realme Link, aplikasi ini akan membuka setting untuk fiturnya dengan lebih banyak lagi. TWS ini memiliki protokol Swift Pair sehingga pada saat pertama kali menyambungkan ke smartphone dengan membuka case-nya, akan muncul pop up. Fungsi seperti Spatial Audio, Dynamic Audio, ANC, Dual device connection, dan lain sebagainya juga bisa diakses dengan aplikasi ini.

Pengalaman menggunakan realme Buds Air7

Lossless audio, mode in-ear, serta harga yang terjangkau? 3 hal tersebut merupakan favorit saya untuk ditemukan pada sebuah TWS. Dan ketiganya hadir pada Realme Buds Air7 yang saya review kali ini.

Saat pertama melakukan pairing dengan smartphone realme GT 6, fitur Swift Pair memang langsung muncul dan bisa langsung melakukan pairing. Setelah itu, saya langsung mendengarkan lagu dengan menggunakan Apple Music. Sayangnya, suara yang keluar masih terasa kurang untuk sebuah eartips lossless. Namun hal tersebut memang salah saya, karena ternyata pilihan HD sound masih mati dan codec yang digunakan adalah AAC.

Saya menggunakan aplikasi Apple Music untuk mendengarkan lagu. Hal ini dikarenakan Apple Music memiliki fitur Lossless yang memang suaranya jauh lebih baik dari Lossy. Tentu saja, file audio lossless akan lebih besar dari lossy. Pada Development Mode, LHDC sendiri saya pasang pada 1000 Kbps.

Terus terang, ini adalah kali pertama saya mencoba codec LHDC versi 5. Biasanya TWS yang masuk ke meja pengujian tim Hyperbit menggunakan codec LDAC yang memang terdengar sangat bagus. Walaupun tidak mungkin membandingkan antar codec karena penggunaan driver dan alat yang berbeda, namun LHDC memang terdengar sangat bagus serta minim interferensi seperti yang dialami oleh LDAC. Selama mendengarkan, gangguan seperti suara terputus-putus dan putus koneksi sangat amat jarang ditemukan.

TWS ini memang mampu menghadirkan suara dengan detail serta cukup jernih. Pada rentang high, TWS ini justru memberikan suara yang cukup lembut dan tidak memekakkan telinga. Hal tersebut juga terasa pada sisi low-nya yang juga terasa lembut di beberapa lagu. Namun jika mendengarkan Bad Guy dari Billie Ellish dan Dive dari Ed Sheeran, suara bassnya justru terasa “nendang”.

Suara bass yang “nendang” tersebut ternyata karena secara default, fitur EQ mode TWS ini ada di Clear Bass. Agar menghasilkan suara yang balance, gunakan saja Nature Balance yang memang suaranya akan cukup seimbang di semua rentang. Untuk saya pribadi, kadang pilihan Bass Boost akan membuat suara low-nya cukup over.

Saya juga mencoba fitur Spatial Audio yang ada pada perangkat ini. Sayangnya, perbedaan suara 360°-nya tidak terlalu terasa. Walaupun begitu, saya masih bisa merasakan suara muncul dari arah mana. Suaranya juga menjadi lebih jernih sehingga saya menjadikan fitur ini sebagai default.

Saat pengujian berlangsung, ternyata beberapa kali TWS ini berhenti mengeluarkan suara. Walaupun begitu, kejadian ini tidak sesering sebuah TWS dengan LDAC.

Saat mencoba melakukan panggilan suara, saya mencoba apakah fitur Call Noise Cancellation-nya dapat bekerja dengan baik. Saya mencoba melakukan panggilan di depan speaker dan kipas angin untuk smart de-wind nya. Sayangnya, suara speaker masih terdengar sehingga tidak semua suara tersaring dengan baik. Untuk smart de-wind, sepertinya hanya angin dengan hembusan yang tidak terlalu kencang yang akan hilang, karena suaranya akan terdengar pada saat saya berbicara.

TWS ini juga memiliki mode Mind Flow yang diklaim akan membantu meningkatkan fokus. Selain itu, TWS ini juga bisa dijadikan shutter untuk kamera sehingga tidak lagi perlu membeli perangkat tambahan. Game Mode pada perangkat ini juga membuatnya hampir sinkron antara suara dengan gerakan pada aplikasi mainan di smartphone.

Terakhir, saya menguji baterai TWS ini dengan memakai LHDC dan ANC. Hasilnya, saya bisa mendengarkan musik dan lagu hingga sekitar lima jam-an. Hasil ini tentu akan bertambah saat earpiece dimasukkan ke case yang memiliki baterai 480 mAh ini.

Secara keseluruhan, saya suka menggunakan realme Buds Air7 yang saya review dan tentu saja sudah pasti menjadi daily driver saya. Sepertinya saya harus berpisah sementara dengan LDAC dan mulai terbiasa dengan LHDC.

Kesimpulan

Realme Buds Air7 sepertinya akan memecahkan masalah di mana orang ingin mendengarkan musik dengan suara resolusi tinggi namun dengan harga yang terjangkau. Hal tersebut karena realme menggunakan codec LHDC versi 5.0 yang bisa mentransfer data hingga 1000 kbps.

Suara yang dihasilkan memang bagus dan jernih serta detail. Realme menjaga suaranya agar tidak terlalu berlebihan serta lembut. Dengan mode in-ear, tentu saja memastikan bahwa semua rentang suara bisa diterima oleh gendang telinga.

Realme menjual Buds Air7 dengan harga terjangkau, yaitu hanya Rp599.000 saja. Dengan harga tersebut, akhirnya konsumen di Indonesia akan bisa mendapatkan TWS dengan suara resolusi tinggi yang terjangkau. Oleh karena itu, TWS ini akan cocok digunakan oleh para gamers maupun penikmat musik yang sering bekerja di ruangan yang cukup bising.

Pros

  • LHDCv5, membuat suara TWS ini menjadi sangat baik
  • Daya tahan baterai yang panjang
  • Desain yang mungil, tidak berlebihan
  • Harganya terjangkau
  • Latensinya kecil, baik untuk game maupun musik

Cons

  • Call Noise cancelling masih kurang menghalau suara dan angin
  • Tidak dapat kabel USB-C untuk mengisi ulang
Share This Article
Leave a Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *