Nutanix, perusahaan terkemuka di bidang komputasi hybrid multicloud, menggelar acara Nutanix .NEXT 2025. Dalam acara ini, para pemimpin Nutanix seperti Jay Tuseth, Faiz Shakir, dan Robert Kayatoe berbagi visi tentang masa depan teknologi di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Fokus utamanya adalah bagaimana AI dan aplikasi cloud-native mengubah cara organisasi beroperasi di era digital.
Tren AI di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sedang berkembang pesat. Laporan Nutanix Enterprise Cloud Index 2025 menyebutkan, 60% organisasi di kawasan Asia Pasifik dan Jepang sudah menerapkan strategi Generative AI. Didorong oleh strategi nasional dan otomatisasi, banyak perusahaan lokal mulai memanfaatkan AI untuk meningkatkan efisiensi. Banyak organisasi kesulitan membawa AI dari tahap pengembangan ke produksi. Infrastruktur IT yang ketinggalan zaman sering menjadi penghalang, sehingga modernisasi IT jadi kunci agar AI bisa berjalan lancar, aman, dan bisa dikembangkan sesuai kebutuhan.
Selain AI, aplikasi cloud-native juga jadi sorotan. Ekonomi digital Asia Tenggara melonjak hingga 11 miliar dolar AS pada 2024. Ini mendorong perusahaan untuk beralih ke teknologi yang lebih gesit.
Kontainerisasi, yang kini jadi standar global, memungkinkan aplikasi berjalan lebih fleksibel di lingkungan hybrid multicloud. Di kawasan ini, 80% organisasi sudah mulai mengadopsi kontainerisasi, dan 16% lainnya sedang mengejar. Penguasaan Kubernetes, alat untuk mengelola kontainer, pun jadi kebutuhan mendesak.
Namun, tak semua berjalan mulus. Biaya operasional dan kebutuhan akan keamanan data membuat perusahaan harus lebih cerdas mengelola sumber daya IT. Hybrid multicloud, yang menggabungkan fleksibilitas cloud publik dan kontrol on-premise, jadi solusi favorit. Pendekatan ini membantu organisasi menyeimbangkan inovasi dengan keamanan, terutama di tengah maraknya ancaman siber.
Nutanix tak hanya bicara soal tren, tetapi juga memperkenalkan sejumlah produk baru. Salah satunya, Nutanix Cloud Infrastructure (NCI) Compute, yang kini mendukung penyimpanan eksternal seperti Dell PowerFlex. Solusi ini cocok untuk lingkungan kritis yang butuh performa tinggi dan pemulihan bencana andal. Ada pula kemitraan dengan Pure Storage untuk menyediakan solusi terintegrasi bagi beban kerja berat, termasuk aplikasi AI.
Nutanix juga mengumumkan pratinjau publik Nutanix Cloud Clusters (NC2) di Google Cloud. Produk ini mempermudah mobilitas aplikasi di lingkungan hybrid, dengan dukungan fitur seperti AI dan manajemen database. Untuk mendukung aplikasi cloud-native, mereka juga meluncurkan Cloud Native AOS. Solusi ini memperluas layanan penyimpanan ke lingkungan Kubernetes tanpa perlu hypervisor, menyederhanakan pengelolaan data di cloud.
Tak ketinggalan, Nutanix Enterprise AI (NAI) versi terbaru juga diperkenalkan. Terintegrasi dengan NVIDIA, solusi ini mempermudah perusahaan membangun dan menjalankan aplikasi AI yang kompleks. Dengan pendekatan ini, Nutanix ingin memastikan AI tak lagi jadi teknologi eksklusif, tapi bisa diadopsi oleh berbagai industri.
Di Indonesia, Nutanix sudah hadir sejak 2009 dan berfokus untuk membantu bisnis lokal melampaui transformasi digital dasar menuju pertumbuhan yang lebih matang. Beberapa pelanggan ternama seperti Kementerian Dalam Negeri RI memanfaatkan infrastruktur hyperconverged Nutanix untuk mendukung layanan e-government yang lebih responsif. Artajasa, penyedia layanan pembayaran, juga mengandalkan Nutanix untuk memastikan transaksi antar bank berjalan tanpa hambatan. Pegadaian, institusi keuangan milik negara, menggunakan solusi Nutanix untuk meningkatkan keamanan data dan kinerja sistem, sehingga bisa melayani masyarakat dengan lebih baik.