Survei Twilio: AI Tingkatkan Pendapatan Bisnis di Indonesia

Dimas Galih Windudjati

Teknologi kecerdasan buatan (AI) kini jadi andalan bisnis di Indonesia untuk mendongkrak pendapatan. Menurut survei terbaru Twilio, platform interaksi pelanggan ternama, 90% brand di Indonesia melaporkan pertumbuhan bisnis berkat AI. Tapi, ada sisi lain yang tak kalah penting: pelanggan masih mendambakan sentuhan manusia. Laporan State of Customer Engagement Report 2025 dari Twilio mengungkap bahwa meski AI membantu, loyalitas pelanggan bergantung pada transparansi dan interaksi yang terasa personal.

Laporan ini, yang dirilis pada 18 Juni 2025, mengambil data dari survei terhadap 7.600 konsumen dan 600 lebih pimpinan bisnis di 18 negara, termasuk Indonesia. Fokusnya jelas: bagaimana brand membangun hubungan dengan pelanggan di era AI. Hasilnya menarik. Di Indonesia, bisnis sangat antusias mengadopsi AI. Semua perusahaan yang disurvei (100%) menggunakan AI untuk menganalisis data pelanggan, memahami kebutuhan, dan mengatasi kendala. Tak hanya itu, 94% memanfaatkan chatbot untuk menjawab pertanyaan, mencegah penipuan, hingga mencatat perjalanan pelanggan untuk rekomendasi produk yang lebih tepat.

Namun, cerita dari sisi pelanggan agak berbeda. Meski 94% brand yakin telah memberikan pengalaman personal yang memuaskan, hanya 72% konsumen setuju. Bahkan, hanya 10% pelanggan merasa interaksi mereka dengan brand selalu personal. Sebagian besar, sekitar 39%, bilang personalisasi hanya terjadi sesekali. Ini menunjukkan adanya jurang antara persepsi brand dan kenyataan yang dirasakan pelanggan.

twilio report

Dalam survei yang dilakukan, Twilio menemukan bahwa 93% konsumen Indonesia lebih mungkin membeli dari brand yang menawarkan interaksi personal secara real-time. Sayangnya, hanya 44% brand mengaku mampu melakukannya. Ketika personalisasi dilakukan dengan baik, hasilnya nyata: 74% brand melaporkan penyesuaian penawaran yang lebih baik, dan 90% melihat peningkatan belanja pelanggan. Tapi, ada catatan penting. Sebanyak 55% konsumen ragu brand menggunakan data mereka untuk kepentingan pelanggan, dan 39% bahkan mulai jenuh dengan AI.

Di sisi lain, pelanggan Indonesia ternyata sangat reaktif. Sekitar 87% akan berpaling jika pengalaman yang diberikan brand tidak relevan. Lebih dari separuh (59%) langsung mencari alternatif lain jika kecewa, dan 40% lebih memilih beralih ke brand lain. Ini sinyal kuat bahwa bisnis tak bisa sekadar mengandalkan AI tanpa strategi yang tepat.

Apa yang membuat pelanggan bertahan? Transparansi dan sentuhan manusia. Sebanyak 88% konsumen ingin interaksi berbasis AI terasa seperti mengobrol dengan manusia. Bahkan, 67% lebih suka berbicara langsung dengan agen manusia jika AI gagal menyelesaikan masalah. Selain itu, 64% ingin brand jujur saat mereka berinteraksi dengan AI, bukan manusia. Pelanggan juga mendambakan kontrol: 86% ingin memilih sendiri cara berkomunikasi dengan brand, meski AI bisa menebak preferensi mereka.

Irfan Ismail, Regional Vice President South ASIA & APAC, ISV Sales di Twilio, menegaskan bahwa kepercayaan adalah kunci. “Pelanggan ingin tetap punya kendali atas interaksi mereka. Brand harus berinvestasi pada alat yang tepat untuk personalisasi skala besar, tapi tetap transparan dan mengutamakan pelanggan,” ujarnya. Menurutnya, hanya brand yang mampu menyeimbangkan teknologi dan sentuhan manusia yang akan menang di pasar yang semakin ketat.

Survei dari Twilio ini juga menyoroti soal loyalitas. Di Indonesia, personalisasi yang tepat mendorong 45% konsumen untuk membeli lagi dan 43% merekomendasikan brand ke orang lain. Angka ini bahkan lebih tinggi di negara seperti Filipina (65%) dan India (59%). Namun, tanpa pendekatan yang humanis, loyalitas ini sulit dipertahankan.

Twilio menekankan bahwa AI bukan sekadar alat untuk efisiensi. Platform ini memungkinkan brand menciptakan pengalaman yang lebih relevan, mulai dari rekomendasi produk hingga dukungan real-time. Tapi, tanpa transparansi dan pendekatan yang mengutamakan pelanggan, potensi AI tak akan maksimal.

Temuan ini jadi pengingat bahwa di tengah euforia AI, pelanggan tetap menghargai hubungan yang terasa nyata. Bisnis yang ingin unggul harus pintar memadukan teknologi dengan empati. Laporan lengkap State of Customer Engagement Report 2025 bisa diakses untuk informasi lebih lanjut.

Share This Article
Leave a Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *